Selasa, 06 April 2010

proposalku

WARIS TERHADAP ANAK TIRI
(STUDI KOMPARATIF MADZHAB SYAFI’I DAN HUKUM WARIS DI INDONESIA).

A. Konteks Kajian
Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat yang terkecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak.
Anak adalah bagian dari segala tumpuhan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan. Mempunyai anak adalah kebanggaan dalam keluarga. Dalam diri manusia pasti mengalami peristiwa kelahiran dan akan mengalami kematian. Peristiwa kelahiran seseorang tentunya menimbulkan akibat-akibat hukum serta hak dan kewajiban. Peristiwa kematian juga akan menimbulkan akibat hukum terhadap orang lain terutama kepada pihak keluarga dan pihak tertentu.
Namun, demikian tujuan perkawinan tersebut terkadang tidak dapat tercapai sesuai dengan apa yang di harapan. Beberapa pasangan hidup, tidaklah sedikit dari mereka mengalami permasalahan dalam mengarungi bahtera rumah tangga sehingga ada yang sampai ke titik perceraian. Sedangkan putusnya perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam tentang putusnya perkawinan bahwa; “Perkawinan dapat putus karena a. Kematian b. Perceraian dan c. Atas putusan Pengadilan”.
Terjadinya perceraian maka tidak lepas dengan harta gonogini atau yang disebut harta bersama sepertihalnya yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam; “Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama” dan dijelaskan dalam pasal lain “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.
Separoh harta bersama dari suami istri menjadi milik pasangan waktu hidupnya dan yang separohnya lagi menjadi harta simayit (harta pewaris). Dalam penjelasan Kompilasi Hukum Islam bahwa;
“Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya”.

Pada ayat selanjutnya di jelaskan
“Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat”.

Setelah perceraain terjadi banyak dari mereka melaksanakan perkawinan lagi, dalam perkawinan yang kedua banyak pula yang mempunyai (membawa) anak dari pasangan barunya yang di sebut anak tiri. Setelah menempuh bahtera rumah tangga yang kedua adakalanya mempunyai anak bahkan ada yang tidak mempunyai anak, setelah perjalanan nikah yang kedua dari salah satu pasangan tersebut meninggal dunia dengan meninggalkan pasangan dan anaknya pasangan tersebut (anak tiri), dalam al-Quran dijelaskan tentang waris;
وَأُوْلُوالأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَولَى بِبَعْضٍ فِى كِتَبِ اللهِ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُهَاجِرِيْنَ اِلاَّ أَنْ تَفْعَلُوا اِلَى أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوْفًا. (الأحزاب:6).
Terjemahan: Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik. (Q.S. al-Ahzab, 33:6).

Dijelaskan pula mengenai bukan hubungan darah dalam al-Qur’an;

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللهُ يَقُوْلُوْ الحَقَّ وَهُوَ يَهدِى السَّبِيْلَ. أُدْعُوْهُمْ لِأَبَائِهِمْ هُوَ أَقسَطُ عِنْدَ اللهِ فَِانْ لَمْ تَعْلَمُوْا أَبَاءَهُمْ فَاِخْوَانَكُمْ فِى الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ. (الأحزاب:4-5).

Terjemahan: Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian tersebut hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukan jalan yang benar
Panggilah mereka (anak-anak angkat tersebut) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Tersebutlah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui nama bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. (Q.S. al-Ahzab, 33:4-5).

Penjelasan mengenai waris dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijk Wetboek) tentang perwarisan karena kematian di jelaskan dalam pasal
832 yang berhak menjadi ahli waris ialah “para keluarga sedarah baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama”.
Bahwasannya dari semua hukum yang ada tersebut pasti mempunyai syarat-syarat atau ketentuan agar hukum tersebut dapat berjalan. Adapun dalam kewarisan tersebut dapat dilakukan apabila memenuhi beberapa syarat, kepastian meninggalnya orang yang mempunyai harta ( pewaris ), kepastian hidupnya ahli waris ketika pewaris tersebut meninggal dunia (jadi pada saat pewaris tersebut meninggal ahli warisnya tersebut masih ada dalam arti masih hidup), diketahui sebab status masing-masing ahli waris ( keluarga ataupun karena sebab lain ).
Pembagian waris setidaknya Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, tersebut melalui pewarisan absentantio dan pewarisan testamentair. Pewarisan absentantio merupakan warisan yang didapatkan berdasarkan Undang-undang. Dalam hal ini sanak keluarga pewaris (almarhum yang meninggalkan warisan) adalah pihak yang berhak menerima warisan.
Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukan ahli waris berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, pemberi waris akan membuat surat yang berisi pernyataan tentang apa yang akan dikehendakinya setelah pemberi waris meninggal nanti. Ini semua termasuk persentase berapa harta yang akan diterima oleh setiap ahli waris.
Dalam penjelasan diatas bahwasannya harta warisan diberiakan kepada ahli waris yaitu anak kandung, kerabat dan lain-lain yang sesuai dengan ketentuan, penjelasan mengenai waris terhadap anak tiri tidak dijelaskan. Sedangkan apabila anak tiri tersebut selama pewaris hidup berbakti dan berkelakuan baik, apakah bisa mendapatkan harta warisan, dan kedudukan anak tiri tersebut bagaimana.
Alasan penulis memilih judul “WARIS TERHADAP ANAK TIRI (STUDI KOMPARATIF MADZHAB SYAFI’I DAN HUKUM WARIS DI INDONESIA)” karena belum ada yang membahas atau mengkajinya tentang waris anak tiri. Memilih madzhab Syafi’i karena agama islam terdiri dari beberapa madzhab sehingga penulis condong kepada salah satu madzhab yang akan dikaji yaitu madzhab Syafi’i, sedangkan Indonesia adalah Negra penulis berdomisili di Negara tersebut.

B. Fokus Kajian
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat Penyusun sampaikan satu hal yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini, yatersebut:

1. Bagaimana kedudukan anak tiri dalam waris menurut madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia.
2. Bagaimana perbandingan pembagian waris anak tiri menurut madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia.

C. Tujuan Kajian
Merujuk pada fokus kajian diatas diharapkan penelitian ini untuk mengetahui;
a. kedudukan anak tiri dalam waris.
b. pembagian warisan anak tiri menurut madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia.

D. Kegunaan Kajian
Penulisan skripsi ini semoga bermanfa’at bagi pembaca sebagai acuan untuk menggali intelektual, diantarany;
1. Sebagai bahan informasi atau pengetahuan tentang waris terhadap anak tiri baik dalam pandangan madzhab Syafi’i dan hukum Waris di Indonesia.
2. Sebagai bahan referensi bagi siapa saja yang ingin mempelajari lebih dalam permasalahan yang berkaitan dengan anak tiri seperti tersebut di atas.

E. Penegasan Istilah
Waris terhadap anak tiri Merupakan harta tinggalan dari orang tua tiri yang meninggal dunia baik berupa harta bawaan dan bagian harta bersama yang terdiri dari benda bergerak maupun tidak, setelah digunakan untuk untuk keperluan pewaris selama sakit dan sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah dan pembayaran hutang. Sedangkan anak tiri bukanlah anak kandung (darah daging) atau disebut juga anak kualon dari salah satu orang tua tiri baik dari ayah atau ibu. Studi komparatif madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia merupakan pelajaran atau telaah yang membandingkan antara data yang satu dengan yang lainnya untuk mengetahui persamaan dan perbedaannya, dari madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia di bandingkan sehingga akan sampai pada suatu kesimpulan. Dari madzhab syafi’i ini golongan atau aliran faham fiqh yang mengikuti imam Syafi’i. sedangkan hukum Indonesia berupa hukum formal baik peninggalan Belanda maupun perubahan/revisi oleh anggota dewan.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sedang untuk mendapatkan data atau informasi tentang anak tiri terhadap harta warisan ini, maka kemudian diadakan Library Research, sehingga penelitian inipun dinamakan penelitian pustaka. Yatersebut penelitian dengan meneliti data yang ada di perpustakaan yang berkenaan dengan pembahasan waris anak tiri, data tersebut diambil dari literatur yang ada.
Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Dengan jenis penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan kaidah atau norma hukum yang ada mengenai anak tiri terhadap harta warisan dalam perbandingan madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia.
2. Sumber Data
a. primer
sumber yang menjadi pokok penggalian data dalam penelitian ini adalah berasal dari:
1. Kompilasi Hukum Islam (KHI).
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Sekunder
Untuk mendapatkan beberapa keterangan tentang penelitian ini, maka penulis juga mengambil dari beberapa sumber sekunder sebagai pelengkap data dari sumber primer, diantaranya adalah diambil dari kamus, jurnal, situs internet dan beberapa buku yang menunjang akan terkumpulnya data-data penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian library research, maka dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi. Dengan metode ini, Penyusun akan menelaah berbagai literatur atau buku-buku yang isinya membahas tentang waris terhadap anak tiri pandangan madzhab Syafi’i dan Hukum waris di Indonesia.

4. Teknik Analisis Data
Untuk memahami peraturan hukum terhadap harta warisan anak tiri dalam madzhab Syafi’i dan Hukum waris di Indonesia, Penyusun menggunakan metode diskriptip, deduktif dan komparatif, yatersebut pengumpulan data yang kemudian diklasifikasikan dari berbagai literatur yang bersifat umum, untuk kemudian dianalisis dan diidentifikasi sehingga mendapatkan data yang lebih bersifat khusus. Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan data lain yang terkait dan diformulasikan data-data tersebut untuk diperiksa kembali validitas data menjadi suatu kesimpulan, kemudian membandingkan antara data yang satu dengan yang lain tersebut untuk mengetahui persamaan dan perbedaannya, sehingga akan sampai pada suatu kesimpulan.
Dengan analisa pendekatan ini, diharapkan Penyusun akan menemukan beberapa tujuan pemberian harta waris terhadap anak tiri, kedudukan anak tiri pandangan madzhab Syafi’i dan Hukum waris di Indonesia. Sehingga ditemukan pemberian harta terhadap anak tiri tersebut.

H. Sistematika Penulisan
Melalui metode penelitian tersebut di atas, maka untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, kiranya perlu disusun secara sistematik dengan membaginya dalam beberapa bab sebagai berikut:
Bab I. Merupakan pendahuluan yang digunakan sebagai rambu-rambu atauframe bagi pembahasan selanjutnya. Adapun isinya meliputi; konteks Kajian, Fokus Kajian, Tujuan kajian, Kegunaan Kajian, Penegasan Istilah, Metodologi Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

Bab II. Dalam bab II, penelitian ini diuraikan secara berurut membahas tentang; pengertian waris, sejarah waris, macam-macam waris, ahli waris dan pembagiannya serta penghalang waris dan cara menentukannya.

Bab III. Bab ini merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya yang kali ini membicarakan tentang Hukum kewarisan di Indonesia, Kedudukan anak tiri terhadap harta warisan menurut madzhab Syafi’i dan Kedudukan anak tiri terhadap harta warisan dalam hukum waris di Indonesia.

Bab IV. menganalisis tentang kedudukan anak tiri dalam waris perbandingan menurut madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia, pembagian warisan anak tiri menurut madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia. Dari analisis tersebut di dapat disimpulkan bagaimana kedudukan dan pembagian waris terhadap anak tiri perbandingan menurut madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia.

Bab V. Adalah bab penutup dari pembahasan dalam penelitian ini yang merupakan kesimpulan dari analisis permasalahan waris terhadap anak tiri perbandingan menurut madzhab Syafi’i dan hukum waris di Indonesia dan beberapa saran.









DAFTAR PUSTAKA
Abimannyu, Gornat, kamus populer, Yogyakarta: Harapan Utama, 2005.
Ali, Muhammad Nur, Kamus Agama Islam, Cirebon: Annizam, 2004.
Cyntia P. Dewantoro,” Bagaimana Membagi Waris Menurut KUH Perdata”, kompas on line, (http://bisniskeuangan.kompas.com, 28 Mei 2008, diakses tanggal 10 maret 2010).
Deparemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung: J-ART, 2005.
Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media, 2005.
Mukhlis, Ahmad, “Asas-asas waris dalam hukum perdata islam”, tugas mata kulia hukum perdata islam, (IAIT KEDIRI) 2008.
Subekti, R & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang HUKUM PERDATA, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004.
Surayin, Kamus umum bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2007.
Usman, Suparman & Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris, Jakarta: Gaya Media pratama, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar